Senin, 19 Januari 2009

Pendidikan Kespro Remaja


Kurang dari 111 juta kasus infeksi menular seksual diderita oleh kelompok usia di bawah 25 tahun (WHO/UNFPA/UNICEF,1999). Kaum muda dan remaja memang sangat berisiko tinggi terhadap IMS termasuk HIV/AIDS, karena terbatasnya pengetahuan mereka tentang HIV/AIDS dan pencegahannya (Best, 2000, Mc Cauley and Salter, 1995; WHO/UNFPA/UNICEF, 1999). Setiap 5 menit remaja atau kaum muda di bawah usia 25 tahun terinfeksi HIV dan setiap menitnya 10 wanita usia 15-19 tahun melakukan aborsi tidak aman (Annual Report 2001, IPPF, dalam Suarta 2002)

Pendidikan seksual dan reproduksi yang berbasis sekolah mungkin merupakan cara yang efisien dalam menjangkau remaja dan keluarganya (Birdthistle and Vince-Whitmann, 1997) iklan seks bukan hanya diperlukan bagi siswa SLTP dan SLTA, bahkan juga

bagi para mahasiswa (terutama tingkat I dan II). Karena fakta menunjukkan dari

berbagai youth center PKBI, masih banyak mahasiswa yang terkena KTD (kehamilan yang tidak diinginkan) (Tjiptoherijanto, 2000)

Pelayanan Kesehatan Reproduksi Remaja :

• Karakteristik pelayanan kesehatan reproduksi bagi remaja: appropriate, user- friendly, accessible, safeguard the rights of adolescents to privacy, confidentiality & informed consent. Selain itu juga harus memperhatikan nilai- nilai budaya setempat dan norma agama.

• Mencakup penyediaan informasi yang luas, antara lain: metode-metode kontrasepsi, PMS (penyakit menular seksual), kehamilan yang tidak diinginkan dan informasi lain yang relevan dengan kesehatan seksual dan kesehatan remaja.

• Dalam merumuskan kebijakan dan program-program kesehatan reproduksi remaja melibatkan kelompok remaja.

• Dapat diintegrasikan dalam kurikulum di sekolah, misalnya pendidikan kesehatan, pendidikan kependudukan.

• Orangtua dan pihak-pihak yang terkait juga harus diinformasikan tentang isue- isue kesehatan reproduksi remaja (Tjiptoherijanto, 2000)


SIECUS (Sexuality Information and Education Council United States) menulis tentang materi pokok yang harus terdapat dalam pendidikan seksual dan reproduksi:

  • perkembangan manusia (anatomi dan fisiologi system reproduksi)

  • hubungan antar manusia (baik dengan keluarga, teman sejawat, dan pacaran dengan pernikahan)

  • kamampuan personal (nilai, pengambilan keputusan, komunikasi, dan negosiasi)

  • perilaku seksual (kontrasepsi, IMS, dan pencegahan HIV/AIDS serta aborsi maupun kejahatan atau pelecehan seksual)

  • budaya dan social (peran jender, agama, dan seksualitas).

Adapun komponen-komponen yang turut menentukan kesuksesan program pendidikan seksual dan reproduksi berbasis sekolah, yakni:

  • ketepatan identifikasi dan memahami karakter setiap kelompok

  • melibatkan remaja dalam perencanaan program

  • bekerjasama dengan tokoh masyarakat, tokoh agama, dan orang tua

  • komunikasi interpersonal

  • jejaring

  • sumber daya (baik sumber daya manusia dalam hal ini tenaga pengajar maupun sumber daya alamnya atau fasilitas yang tersedia) (Suarta, 2002).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar